LENTERASUMBAR - Anggota Komisi XII DPR RI, Nevi Zuairina, menyambut baik gagasan penggunaan mekanisme koperasi dalam pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi.
Ia menilai skema ini berpotensi memperkuat pengawasan serta mengeliminasi kebocoran dalam distribusi LPG bersubsidi.
“Ide untuk melibatkan koperasi dalam penjualan gas LPG 3 kg sangat menarik, karena bisa lebih mudah mengawasi distribusi dan mengeliminasi kebocoran di lapangan,” ujar Nevi Zuairina.
Politisi PKS ini mengusulkan agar koperasi yang mendistribusikan LPG 3 kg beranggotakan konsumen yang telah terdaftar sebagai penerima subsidi, seperti rumah tangga tidak mampu, pelaku usaha mikro, petani sasaran, dan nelayan sasaran.
Dengan sistem ini, penerima subsidi dapat memperoleh haknya secara lebih tepat sasaran tanpa perlu menunjukkan KTP atau menggunakan aplikasi saat pembelian.
Sistem ini akan memastikan bahwa yang benar-benar menerima subsidi adalah anggota yang terdaftar di koperasi, sehingga lebih praktis dan tidak membuka celah bagi mereka yang tidak berhak memperoleh LPG bersubsidi,” tegas Nevi.
Selain meningkatkan ketepatan distribusi, Anggota DPR dari Dapil Sumbar II ini juga menyoroti keuntungan lain dari sistem koperasi, seperti kontrol harga yang lebih baik dan manfaat ekonomi bagi anggotanya.
Kementerian ESDM dapat mengontrol harga jual LPG 3 kg di koperasi, sehingga tidak melebihi HET yang telah ditentukan. Bahkan, koperasi juga bisa memberikan manfaat tambahan bagi anggotanya dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU),” imbuh Nevi.
Namun, ia mengingatkan bahwa pelibatan koperasi dalam distribusi LPG 3 kg bukan perkara mudah. Tantangan utama mencakup kebutuhan infrastruktur penyimpanan yang memadai dan sumber daya manusia yang kompeten dalam pengelolaan koperasi.
Selain itu, keakuratan data penerima subsidi harus dipastikan agar tidak ada masyarakat mampu yang menyalahgunakan sistem ini.
Data anggota koperasi harus benar-benar valid dan sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh BPS sebagai penerima subsidi. Jangan sampai ada warga mampu yang menjadi anggota koperasi dan bebas membeli LPG bersubsidi,” katanya.
Nevi juga menyoroti dampak kebijakan ini terhadap para pengecer dan sub-penyalur LPG 3 kg yang telah lama menjalankan bisnisnya.
Kementerian ESDM harus mempertimbangkan nasib ratusan ribu pengecer LPG 3 kg yang selama ini melayani masyarakat. Apakah mereka akan beralih peran menjadi bagian dari koperasi, atau justru kehilangan mata pencaharian mereka?” tanyanya.
Selain itu, aspek regulasi menjadi perhatian penting, mengingat hingga kini belum ada dasar hukum yang secara spesifik mengatur pelibatan koperasi dalam distribusi LPG 3 kg.
“Kementerian ESDM bersama Kementerian Koperasi dan UKM perlu merancang regulasi yang matang sebelum menerapkan sistem ini. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah uji coba di beberapa wilayah sebagai percontohan sebelum diterapkan secara nasional,” jelasnya.
Nevi Zuairina menegaskan bahwa jika sistem ini dapat diterapkan dengan baik, distribusi LPG 3 kg akan lebih tertata, subsidi lebih tepat sasaran, dan kebocoran dapat diminimalisir.
Jika semua tantangan ini bisa diatasi, skema koperasi dalam distribusi LPG 3 kg dapat menjadi solusi yang lebih baik bagi masyarakat, terutama mereka yang benar-benar membutuhkan,” pungkas Nevi Zuairina. (**)
0 Komentar